Bab 3: Penyerangan Atas Fondasi Kekristenan

Seri Pelajaran
Buku: God’s Love on Trial (Kasih Allah Sedang Diadili)

Bab 3

PENYERANGAN ATAS FONDASI KEKRISTENAN

Oleh: Lynnford Beachy-presenttruth.info 
Terjemahan Bebas: Yolanda Kalalo-Lawton-agapekasih.org

 

“Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu? (Mazmur 11:3). 


Keputeraan Kristus adalah fondasi Injil dari Kekristenan. Fondasi inilah yang kata Kristus, “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” (Matius 16:18).


Suatu hari, ketika Yesus dan para murid-Nya pergi ke daerah Kaisarea Filipi, Yesus bertanya pada para murid-Nya, “Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Matius 16:13-18).


Perhatikan bahwa topik dari percakapan ini adalah tentang siapa Yesus itu. Ketika Yesus berkata, “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku,” Dia tidak mengganti topik pembicaraan dan mengarahkan kepada Petrus sebagai batu karang itu, tetapi Dia mengacu kepada kebenaran itu yaitu, Yesus adalah Anak Allah. Di atas kebenaran ini, lanjut Yesus, “Aku akan mendirikin jemaat-Ku.” Tentu saja hal ini adalah kebenaran yang penting, yaitu kebenaran di mana jemaat atau gereja Allah itu akan dibangun.


Tulisan inspirasi memperingatkan kita untuk tidak menerima teori palsu tentang Bapa dan Anak. Yohanes menulis, “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak.” (2 Yohanes 1:9). Mengakui Anak itu dan tinggal di dalam doktrin Kristus, lebih besar artinya daripada sekedar menyebut nama Yesus sebagai Anak Allah. Hampir setiap umat Kristen di dunia ini berkata bahwa mereka percaya Yesus adalah Anak Allah, tetapi di antara umat-umat Kristen, ada banyak perbedaan pandangan tentang Anak Allah itu, dan setiap teori yang palsu, telah memutarbalikkan kasih Allah dalam menyerahkan Anak-Nya untuk mati bagi dosa-dosa kita.


Para murid dan para rasul beserta mayoritas besar umat Kristen yang hidup di abad-abad awal setelah kematian Kristus, mengerti bahwa Yesus Kristus adalah benar-benar Anak Allah tanpa ada arti kemisteriusan dibalik definisi tersebut. Misalnya;


Justin Martyr (110-165 AD), mengutip ayat dari Amsal 8, mengacu pada Kristus dalam kalimat berikut:

“Tuhan… melahirkan aku sebelum bukit-bukit.” Lanjutnya: “Anda mengerti, para pendengarku, jika anda menaruh perhatian, Kitab Suci telah menyatakan bahwa Keturunan ini diperanakkan oleh Bapa sebelum segala sesuatu diciptakan; dan bahwa yang diperanakkan itu, secara angka, berbeda dari yang memperanakkan, siapapun akan mengakui hal ini.” (Justin Martyr, Dialogue with Trypho, bab 129).


Novatian (210-280 AD) menulis:

“Allah Bapa, Penemu dan Pencipta segala sesuatu, Yang satu-satunya tidak ada permulaan, tak terlihat, tak terbatas, kekal, abadi, adalah Allah yang esa; … dari Siapa, saat Dia inginkan, Anak, Firman itu, dilahirkan… Bapa juga mendahului Dia,… Sebab adalah penting bahwa Dia yang tidak ada permulaan harus ada sebelum Dia yang ada permulaan;… (Anak itu ada) asal mulanya sebab Dia dilahirkan, dan dalam beberapa hal, sama hakikat dengan Bapa oleh sebab kelahiran-Nya, walau Dia ada permulaan karena Dia dilahirkan, sejauh itu, Dia dilahirkan oleh Bapa yang satu-satunya tidak ada permulaan.” (Novation, Ante Nicene Fathers, Volume 5, “A Treatise on the Trinity,” Bab 31). 


Ada banyak lagi contoh dari gereja Kristen mula-mula yang menerima Firman Allah persis seperti yang terbaca di dalamnya. Mereka percaya bahwa Kristus adalah Anak lahir Allah secara literal atau harafiah, yang dilahirkan sebelum segala sesuatu diciptakan.


Munculnya Kesesatan (Bidaah)


Lama kelamaan, tumbuh banyak ajaran sesat, dan kalimat-kalimat yang tertulis jelas dalam Alkitab, oleh beberapa orang, mulai dimengerti dengan cara yang lain, berbeda dengan arti sebenarnya. Origen, yang hidup dari tahun 185-254 AD (Setelah Masehi), mengajukan konsep baru dari Keputeraan Kristus, yang disebut Generasi Kekal Anak (the Eternal Generation of the Son). “Origen… adalah seorang pertama yang menganjurkan konsep dari generasi kekal ini. Katanya, bahwa Anak itu selamanya dilahirkan oleh Bapa.” (Zodhiates, The Complete Word study Dictionary—New Testament, hal. 364). Teori Generasi Kekal menetapkan bahwa Kristus bukan Anak yang sebenarnya, sesuai dengan pengertian kita tentang seorang anak, tetapi sebagai seorang yang misterius yang dengan terus-menerus berada dalam proses dilahirkan oleh Allah.


Sebuah cetakan Katolik menulis sebagai berikut: “Iman Kristen adalah, bahwa Kristus menurut sejarah adalah Anak Allah, selamanya dilahirkan oleh suatu tindakan yang tak henti-hentinya dari Bapa…” (Tell Us About God… Who is He?, Hal. 30, oleh the Knights of Columbus). Ide ini mengajarkan bahwa Kristus telah ada dalam proses untuk dilahirkan selamanya di zaman yang lalu, masih sedang dilahirkan, dan akan terus-menerus dilahirkan selamanya di kemudian hari, secara misterius.”


Teori Generasi Kekal yang dimulaikan oleh Origen itu, mulanya tidak umum diterima. Hampir seratus tahun kemudian baru pandangan-pandangan Origen tentang Generasi Kekal itu mulai menarik perhatian dari minoritas dan menganggapnya sebagai kebenaran. Pandangannya tentang Generasi Kekal ini mengalami beberapa perubahan dan diterima sebagai kebenaran dalam kredo yang dirumuskan dalam Sidang Nicaea pada tahun 325 AD. Tetapi pada zaman itu juga, pandangan ini tidak dipercayai oleh mayoritas umat Kristen, walau memang hampir semua uskup yang hadir pada sidang itu menanda-tangani kredo itu karena didorong rasa takut akan hukuman dari Kaisar Constantine. Ide baru itu yang menyatakan bahwa Kristus bukanlah Anak yang dilahirkan, muncul dalam lembar-lembar sejarah lama berselang di tahun-tahun berikutnya—sampai saat sudah terlambat untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari kepercayaan Alkitab. Sidang Nicaea adalah tonggak penting bagi pandangan misterius dari Keputeraan Kristus, sebab di situlah pandangan baru ini mendapat tempat pijakan.


Sidang Nicaea


Pada tahun 325 AD (Sesudah Masehi), sebanyak 318 uskup berkumpul di kota Nicaea untuk mendiskusikan apakah Kristus benar-benar dilahirkan atau tidak. Mangacu pada Sidang ini dan pada perdebatan yang ada saat itu, seorang ahli sejarah menulis: “Perdebatan Arian terutama terletak pada pertanyaan atas generasi kekal dari Anak,” atau dengan kata lain, arti dari istilah “Anak yang dilahirkan.” (The Nicene and Post Nicene Fathers Second Series, Volume 9, Bab 2, Introduction to St. Hilary of Poitiers).


Alasan mengapa perdebatan ini disebut sebagai perdebatan Arian adalah, karena seorang presbiter yang bernama Arius secara terang-terangan tidak setuju dengan pembicaraan yang dibawakan oleh uskup Alexander, dimana dia menyatakan bahwa Bapa dan Anak adalah sama dalam umur; keduanya tidak ada permulaan. Arius membantah bahwa jika Anak adalah benar-benar Anak, Dia pasti ada permulaan, namun dengan tidak berhati-hati dia mengacu pada permulaan tersebut sebagai hasil ciptaan dan mengatakan bahwa Kristus, “dilahirkan, atau diciptakan… dari yang tidak ada.” (Arius seperti dikutip dalam buku Alonzo T. Jones “The Two Republics, Hal. 333). Perdebatan ini menyebar dengan cepat mengakibatkan banyak orang memilih kubu-kubu mereka. Mayoritas masih menerima Firman dari Kitab suci seperti tertulis bahwa Kristus dilahirkan secara harafiah oleh Bapa, memiliki permulaan, bukan diciptakan dari hal yang tidak ada, tetapi dilahirkan oleh Bapa-Nya. Untuk itu, ada tiga kelompok dalam perdebatan ini: 1). Mereka yang percaya bahwa Kristus ada permulaan karena dilahirkan secara harafiah oleh Bapa-Nya, 2). Mereka yang percaya bahwa Kristus ada permulaan karena diciptakan dari hal yang tidak ada, 3). Mereka yang percaya bahwa Kristus tidak mungkin ada permulaan, sebab Dia sama umur dengan Allah Bapa. Kenyataannya, perdebatan Arian tersebut pada awalnya bermula di antara dua pandangan ekstrim tentang Kristus, dimana keduanya tidak diajarkan oleh Kitab Suci. Sesuai dengan Alkitab, Kristus tidak diciptakan dari hal yang tidak ada, tidak juga ada permulaan, tetapi, Dia dilahirkan “dalam gambar wujud” Bapa-Nya sebelum segala sesuatu diciptakan. (Ibrani 1:1-6; Kolose 1:15, dll).


Sementara perdebatan ini berlangsung, Kaisar Roma--Constantine, sedang berusaha untuk mempersatukan gereja Kristen. Oleh sebab itu dia memerintahakan untuk diadakan suatu persidangan yang berlangsung pada tahun 325 AD di kota Nicaea tersebut. Tentang sidang itu, Philip Schaff menulis, “Mengacu pada pertanyaan teologis, mulanya sidang itu terpecah dalam tiga partai. Partai Ortodoks… mulanya berdiri di antara partai kanan dan kiri…” (Philip Schaff, History of the Christian Church, Volume 3, hal. 627-628).

Di sini Schaff mengacu pada kelompok yang disebutnya “Partai Ortodoks.” Dia mengacu pada partai yang mengatakan bahwa Kristus adalah seumur dengan Bapa-Nya, dan sama sekali tanpa permulaan. Schaff menonjolkan bahwa kelompok ini mulanya termasuk kelompok minoritas. Dalam hal ini, waktu itu mereka sebenarnya bukan partai ortodoks, sebab kata “ortodoks” berarti; “Mengikuti apa yang umumnya diterima, adat-istiadat, atau tradisi.” (The american Heritage dictionary of The English Language). Seperti yang kita akan lihat bahwa kelompok yang dimaksud oleh Schaff sebagai partai Ortodoks, saat itu tidak mengikuti apa yang umumnya diterima. Memang kalau dilihat pada saat sekarang ini, partai itu dapat disebut dengan “Partai Ortodoks,” sebab mereka yang percaya pada kepercayaan serupa pada zaman itu, sekarang telah menjadi kelompok mayoritas.  Tetapi pada waktu sidang Nicaea sedang berlangsung saat itu, mereka tentu saja bukan sebagai partai ortodoks sebab mereka berada dalam pihak minoritas.


Ketika Sidang Nicaea dimulai, apa yang disebut “partai ortodoks,” atau mereka yang percaya bahwa Kristus tidak dilahirkan oleh Bapa secara harafiah, ada dalam pihak minoritas (kurang dari 20 utusan), sementara kelompok lain yang agak lebih besar (sekitar 20 utusan) adalah kelompok Arian, yang percaya bahwa Kristus “dilahirkan, atau diciptakan… dari hal yang tidak ada.” (Jones, loc. cit.). Kelompok mayoritas, yang dipimpin oleh Eusebius dari Kaesarea (sekitar 279 utusan), percaya bahwa Kristus adalah benar-benar “dilahirkan… Anak tunggal sulung dari Allah.” (Eusebius’ Ecclesiastical History, Hal. 15). Kelompok yang berada di tengah-tengah ini, dipimpin oleh Eusebius, yang mewakili kepecayaan dari kelompok mayoritas umat Kristen sebelum Sidang Nicaea, yang ada sejak zaman Kristus dan murid-murid-Nya. Merekalah yang benar-benar dapat disebut partai ortodoks pada zaman itu, walaupun sekarang ini, mereka biasanya disebut sebagai Kelompok Semi-Arian, yang memberi kesan seolah-olah mereka baru muncul sesudah “Kesesatan Arian.” Tetapi fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa kepercayaan mereka telah ada sebelum Arius lahir, dan merekalah kelompok mayoritas yang sebenarnya pada zaman itu.


Ketika pimpinan dari apa yang disebut kelompok Semi-Arian itu menyatakan pernyataan imannya, dia mengaku bahwa itu adalah “Suatu kredo yang umumnya sudah digunakan sebelum munculnya perdebatan pada zaman itu. Dia menyatakan bahwa pernyataan iman ini adalah pernyataan sama yang telah dia pelajari pada masa kecil-nya, dari uskup di Kaeserea, dan kepercayaan yang diterima-nya saat baptisan-nya, dan yang telah dia ajarkan pada sepanjang karirnya, baik sebagai presbiter dan sebagai uskup.” (The Two Republics, oleh Alonzo T. Jones, hal. 347, 348).


Kelompok ini, yang dipimpin oleh Eusebius dari Kaesarea adalah kelompok yang mempermalukan para penganut Trinitas, sebab mereka adalah mayoritas dalam Sidang tersebut, dan mereka tetap menyokong bahwa Kristus adalah benar-benar Anak lahir Allah, tidak diciptakan dan tidak selamanya dilahirkan (generasi kekal). Sebab itu, banyak ahli sejarah Trinitas sengaja tidak menghiraukan kelompok ini, seolah kelompok ini tidak pernah ada.  Jika mereka harus menyebutkan tentang kelompok ini, mereka menyebutnya sebagai kelompok Semi-Arian, untuk menyatakan seakan-akan kelompok ini muncul sesudah “kesesatan Arian.” Namun, fakta-fakta menunjukkan bahwa kepercayaan yang sekarang disebut Semi-Arianisme itu, sesungguhnya sudah ada jauh sebelum kelahiran Arius.

Bukti penolakan terhadap kelompok tengah itu, ditulis oleh seorang ahli sejarah sebagai berikut: “Ahli-ahli sejarah kuno dan Roma Katolik… umumnya menganggap bahwa hanya ada dua partai, mayoritas ortodoks dan minoritas yang sesat. Tetapi posisi Eusebius dari Kaesarea, karakter dari pengakuan-nya, dan kelanjutan sejarah dari perdebatan itu, membuktikan adanya kelompok yang berada di tengah-tengah. Yaitu, Partai Semi-Arian. Athanasius, juga, yang biasanya menempatkan semua lawannya menjadi satu, berulang kali menuduh Eusebius dari Kaesarea dan yang lainnya bahwa mereka tidak tulus dalam mengikuti kredo Nicaea, akan tetapi, mereka sebenarnya bukan pengikut-pengikut Arian, tetapi Semi-Arians.” (Philip Schaff, History of the Christian Church, Volume 3, Catatan kaki di halaman 627).

Karena kuasa dan pengaruh dari kaisar Roma, Constantine, kelompok minoritas “partai ortodoks” itu berhasil memaksa semua untuk menanda-tangani kredo itu, atau mereka akan disingkirkan. Jadi, pandangan baru bahwa Kristus bukan Anak yang benar-benar lahir dari Bapa muncul dan diterima sebagai kebenaran di tahun 325 AD dalam Sidang Nicaea. Tak lama setelah sidang ini, seorang Kristen yang keheranan, menulis:

“Kami tidak pernah mendengar, Tuhanku, dua makhluk yang tidak dilahirkan, tidak juga pernah mendengar satu dibagi ke dalam dua; kami tidak pernah mempelajari atau percayai bahwa Dia dapat menderita apapun secara jasmani, selain bahwa ada seorang yang tidak dilahirkan, dan seorang lain yang benar-benar berasal dari Dia,… Kami tidak saja percaya bahwa permulaan dari Anak itu tidak dapat diterangkan dalam kata-kata, tetapi bahwa hal itu tidak dapat dimengerti,…” (Surat yang ditulis oleh Eusebius dari Nicomedia seperti yang terdapat dalam buku “An Historical View of the Council of Nice, oleh Isaac Boyle, hal. 41. Buku ini termasuk dalam edisi Baker Book House of Eusibius’ Ecclesiastical History).

Keputeraan Kristus Menjadi Kepercayaan Ortodoks

Setelah Sidang Nicaea, kelompok Arian dan Semi-Arian bersatu dalam perjuangan mereka untuk melawan doktrin Nicaea. Walau doktrin Nicaea keluar sebagai doktrin pemenang pada Sidang Nicaea karena para uskup diancam untuk disingkirkan jika tidak ikut setuju, namun kredo itu bukan merupakan keparcayaan umum yang dipercayai di antara umat-umat Kristen zaman itu.  Kredo itu hanya dianggap sebagai kepercayaan ortodoks, oleh karena keparcayaan itu telah terpilih dalam sidang Nicaea. Syarat sebenarnya untuk disebut ortodoks adalah, bahwa doktrin itu harus umumnya telah diterima sebagai kepercayaan mayoritas. Namun, ini bukan kasus yang terjadi segera setelah sidang Nicaea berakhir. Bertahun-tahun kemudian setelah Sidang Nicaea, bertentangan dengan pernyataan doktrin Nicaea itu sendiri, mayoritas umat Kristen sebetulnya masih percaya bahwa Kristus benar-benar Anak lahir Allah. Bahkan 34 tahun setelah berlangsungnya sidang Nicaea, pandangan ini menjadi ajaran resmi Gereja Katolik pada sidang Rimini di tahun 359 AD. Kelompok Arian dan semi-Arian menyusun suatu kredo yang mereka sama-sama setujui. Kredo Rimini itu berkata bahwa Kristus: “dilahirkan oleh Bapa yang sepanjang zaman tidak berubah.” Kelompok Arian menerima kredo itu karena mereka merasa puas dengan kalimat yang mengatakan bahwa Kristus dilahirkan, dan kelompok Semi-Arian menerima kredo tersebut sebab kredo itu tidak mengatakan bahwa Kristus diciptakan. Jika banyak uskup dalam sidang itu menentukan suatu doktrin dan menandakan suatu keortodoksian, maka kredo ini terbukti bahkan lebih ortodoks dari kredo Nicaea dan kredo Konstantinopel sebab lebih dari 400 uskup yang hadir dalam sidang Rimini, lebih banyak dibanding hanya 318 uskup yang meghadiri Sidang Nicaea, dan 150 uskup yang hadir dalam Sidang Konstantinopel di tahun 381 AD saat doktrin Trinitas diterima sebagai kebenaran.

Oleh sebab Sidang Rimini sangat memalukan bagi kelompok Trinitas, maka umumnya para ahli sejarah sama sekali mengabaikan sidang ekumene ini. Philip Schaff berkata, “Dua Sidang Ekumene pertama” adalah Nicaea (325 AD) dan Konstantinopel (381 AD).” (Philip Schaff, History of the Christian Church, Volume 3, hal. 618).

Bagi mereka yang mengacu pada Sidang-Sidang Ekumenis sebagai yang berwewenang untuk menentukan suatu doktrin, tidak ada alasan sah untuk mengabaikan Sidang Rimini. Satu-satunya alasan mengapa Sidang Rimini diabaikan adalah, sebab kesimpulan dari Sidang Rimini bertentangan dengan doktrin pilihan mereka yang mengabaikan hasil keputusan Sidang itu. Untuk pelajaran lebih dalam, silahkan tekan tautan berikut dan baca traktat yang berjudul; “The Formulation of the Doctrine of the Trinity”).

Gerenasi Kekal

Penerimaan doktrin Generasi Kekal oleh Gereja Katolik adalah usaha untuk menyesuaikan kalimat-kalimat jelas Alkitab yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah “Anak lahir Allah” (Yohanes 3:18-KJV), dengan pandangan baru, yaitu Dia tidak berasal mula. Doktrin ini menyatakan bahwa Kristus, sekarang, sudah selamanya, dan akan selalu dalam proses dilahirkan oleh Bapa-Nya, dalam suatu proses kelahiran yang tidak pernah dimulai dan tidak akan pernah berakhir. Ini adalah pendefinisian ulang dari kata “diperanakkan/dilahirkan” untuk membuat kata itu menjadi suatu kata yang bermakna lebih spiritualistis, yang artinya tidak dapat dimengerti. Alkitab berkata bahwa Kristus “telah keluar dari (waktu lalu) dan datang dari Allah.” (Yohanes 8:42 KJV). Kristus tidak sedang keluar (waktu sekarang), tetapi Dia telah keluar (waktu lalu) dari Bapa-Nya. Yang tertulis adalah bahwa Roh Kuduslah yang selalu keluar dari Bapa (Yohanes 15:26 KJV). Hal ini bukan merupakan suatu proses kelahiran, tetapi berarti bahwa Roh itu dengan tidak henti-hentinya keluar/datang dari sumber-Nya, yaitu Bapa, sebab Roh itu adalah Roh-Nya. Jadi, ada perbedaan besar antara “telah keluar dari dan sedang keluar.” Tetapi Gereja Katolik telah menerima teori yang menyatakan bahwa Kristus akan selalu dalam proses untuk dilahirkan oleh Bapa-Nya. Kedengerannya begitu konyol, tapi inilah ajaran resmi dari Gereja Katolik. Lebih mengherankan lagi, ide ini juga diterima oleh banyak ahli teologia Gereja-Gereja Protestan.

Faktanya adalah, mereka yang merumuskan teori ini tidak melandaskan teori mereka dari Alkitab, tetapi teori ini hanyalah hasil penemuan mereka sendiri sebagai tambahan interpretasi pada Alkitab, dan mereka mencoba menormalkan rantai dusta yang dimulai oleh pandangan baru bahwa Kristus adalah seumur dengan Bapa-Nya, dan bukan Anak yang benar-benar lahir dari Allah Bapa. Saat teori palsu ini diterima sebagai kebenaran, mereka juga terpaksa harus menemukan dusta lain dalam usaha mereka untuk mengharmoniskan dusta sebelumnya yang sudah diterima sebagai kebenaran itu. Dengan kata lain, sistim dari Roma Katolik itu sebenarnya tidak lebih dari hasil suatu dusta, yang diciptakan dan diletakkan di atas dusta berikutnya, dan hasil akhirnya adalah teori yang sangat jauh dari kebenaran Alkitab, dan sulit dikenali sebagai doktrin yang berasal dari dalam Alkitab.

Fondasi Manusia Durhaka

Pada halaman 11 buku “Handbook for Today’s Catholic,” Gereja Roma Katolik mengakui, “Rahasia/misteri dari Trinitas adalah doktrin utama dari iman Katolik.  Di atasnya didasarkan semua ajaran lain dari gereja.”

Lebih tepatnya, Gereja Katolik didasarkan di atas teori palsu bahwa Kristus bukan sesungguhnya Anak lahir Allah, sebab teori inilah yang meluruskan jalan bagi penyusunan doktrin Trinitas, dan di atas teori inilah ajaran Trinitas dilandaskan.

“Dalam penyusunan doktrin Trinitas, konsep generasi kekal dari Anak adalah salah satu hal penting dan faktor utama…  Doktrin Trinitas didiskusikan, dibentuk, dan diakui berdasarkan konsep generasi kekal.” (A History of the Doctrine of Eternal Generation of the Son and its Significance in the Trinitarianism, oleh Jung S. Rhee, Doktor Teologia dan Associate Professor of Systematic Theology di the multi-denominational Fuller Theological Seminary, Pasadena, California. Dokumen ini dapat anda temukan di internet: http://jsrhee.hihome.com/thesis1.htm).

Sidang Nicaea di tahun 325 AD itu, sebenarnya tidak menetapkan bahwa ada tiga makhluk dalam satu Allah, tetapi mereka berdebat dan menyimpulkan bahwa Kristus bukanlah Anak yang benar-benar lahir dari Allah. Baru setelah 56 tahun kemudian, pada Sidang Konstantinople, ide bahwa Allah terdiri dari tiga oknum, menjadi ajaran ortodoks resmi dari Gereja Katolik.

Setelah menyimak sejarah teori Generasi Kekal, kita dapati bahwa teori ini tidak menunjukkan identitas Kekristenan yang tulus dalam mempelajari Alkitab untuk mendapatkan kebenaran.  Sebaliknya, Setan telah membawa masuk teori-teori baru ke dalam Kekristenan dan sengaja mengubah pandangan kita akan kasih Allah dengan menyusupkan ide lain bahwa Kristus bukan Anak lahir Allah yang sebenarnya. Setan telah mendapatkan kesuksesan dalam pekerjaan penipuan-nya ini, dibuktikan dengan hampir semua ajaran resmi gereja Katolik dan gereja-gereja Protestan menolak Kristus sebagai Anak lahir Allah dalam arti harafiah.

Kata “Dilahirkan/Diperanakkan” Dihapus dari Alkitab Terjemahan Baru

Setan sangat berdedikasi untuk menghapus kebenaran yang indah itu, bahwa Allah benar-benar menyerahkan Anak tunggal yang secara harafiah dilahirkan-Nya, dan dia berhasil meyakinkan para penerjemah Alkitab dari hampir semua terjemahan moderen seperti NIV, RSV, NASB (Edisi 1995), NLT, TB dsb., untuk menghapus kata “diperanakkan/dilahirkan” dari Yohanes 3:16. Silahkan diteliti sendiri!

Para penerjemah Alkitab tersebut membiarkan penghapusan kata itu, sebab menurut mereka, mereka baru menemukan bahwa kata Gerika “MonogenhV (monogenes)” yang diterjemahkan sebagai “diperanakkan/dilahirkan,” hanya berarti “unik” atau “satu di antara” dan tidak ada hubungannya dengan kata “begotten (dilahirkan).” Teori ini dengan cepat hancur kalau kita pelajari Alkitab dan sejarah. Dari kesembilan ayat dimana kata “monogenes” digunakan dalam Perjanjian Baru, kata ini selalu mengacu pada anak-anak yang diperanakkan (dilahirkan). Teori dari “Generasi Kekal” itu khusus dirancang untuk meniadakan Keputeraan Kristus yang sesungguhnya, sementara mereka coba mencari ide yang dapat diharmoniskan dengan kalimat-kalimat Alkitab yang menyatakan bahwa Kristus adalah “Anak lahir Allah.” Jika Origen dan persidangan Katolik mula-mula itu mengerti bahwa kata “monogenes” tidak berarti “dilahirkan,” maka mereka akan menggunakan argumentasi ini dalam usaha mereka untuk meniadakan arti harafiah Keputeraan Kristus, daripada mencoba menciptakan dan menerima teori Generasi Kekal yang membingungkan itu.

Kata “monogenes” adalah suatu gabungan dari dua kata Gerika yaitu; MonoV (monos) dan genoV (genos). Monos berarti “hanya/saja/semata-mata” dan genos berarti “keturunan/anak cucu.” Jika penulis Gerika bermaksud menyampaikan ide yang berarti “unik” atau “satu di antara,” maka para penulis Gerika itu tidak akan menggunakan kata “monogenes,” tetapi hanya akan menggunakan kata “monos” atau “monon.” Jadi, tidak benar bahwa kata “monogenes” itu berarti “unik.” Lagi pula, jika memang kata “monogenes” ini berarti “unik,” maka kita akan mendapati para penulis Gerika itu akan menggunakan arti tersebut dalam kata-kata “kota saja,” atau “rumah saja,” dst., tetapi kita tidak pernah dapati penggunaan demikian dalam Perjanjian Baru. Bahkan saat ini, mereka yang menggunakan Bahasa Gerika sebagai bahasa utama mereka, tidak akan pernah menggunakan kata “monogenes” untuk mengartikan kata “unik” sebab mereka mengerti bahwa kata itu hanya mengacu pada anak-anak yang dilahirkan.

Tahun-tahun belakangan ini, para ahli teolog tertentu mencoba untuk memberi arti baru pada kata “monogenes,’ dengan mengartikannya sebagai “unik” atau “satu di antara.” Namun, seperti yang barusan kita bahas, hal ini tidak dapat diterima! Jika memang kata “monogenes” berarti “satu-satunya yang dilahirkan” di zaman Alkitab itu ditulis, siapa yang berhak mengartikan kembali kata tersebut setelah 2000 tahun kemudian, dan mengubah arti kata yang tidak pernah berarti dan tidak pernah dimaksudkan demikian oleh para penulis Alkitab itu sendiri?

Sekarang, banyak umat Kristen telah membuang ide bahwa Kristus adalah Anak yang dilahirkan Allah. Sebagai contoh, marilah kita membaca komentar seorang komentator Alkitab terkemuka. “Keputeraan Kristus tidak dalam suatu arti hubungan lahir bagi Bapa, atau dalam arti serupa, jika demikian kedengarannya seperti Ilahi-Ilahi itu, mengandung-nya.” (Komentar dari Jamieson, Fausset & Brown untuk Roma 1:4).

Saya sedih memikirkan bahwa Setan telah sukses menghapus Kristus sebagai Anak Allah dalam pikiran banyak umat Kristen. Hal ini tidak seharusnya terjadi. Begitu ironis bahwa traktat seperti yang sedang anda baca ini harus digunakan untuk menolong umat-umat Kristen untuk mengerti bahwa Yesus adalah benar-benar Anak Allah. Mestinya doktrin ini sudah menjadi pengetahuan umum di antara umat-umat Kristen, sebab doktrin ini adalah fondasi Gereja Kristus.

Batu Karang Teguh atau Pasir
 

Yesus berkata bahwa Dia akan membangun gereja-Nya di atas kebenaran bahwa Dia adalah “Kristus, Anak Allah yang Hidup.” (lihat Matius 16:13-18). Gereja Katolik telah bersatu dengan dua agama terkemuka di dunia, yaitu Yahudi dan Islam, untuk menyatakan bahwa Yesus bukan Anak Allah yang sebenarnya. Gereja Katolik berkata bahwa mereka telah membangun gereja mereka di atas doktrin Trinitas, dimana doktrin ini dilandaskan di atas ide bahwa Kristus bukanlah Anak lahir Allah yang sebenarnya. Ada dua gereja, dengan dua fondasi—yang satu dilandaskan di atas kebenaran bahwa Kristus adalah benar-benar Anak Allah, dan gereja yang satu lagi dilandaskan di atas dusta, bahwa Dia bukan Anak lahiriah Allah. Setan punya rencana untuk hal ini. Dia tahu bahwa jika Dia dapat menghapus pegetahuan bahwa Kristus adalah Anak yang dilahirkan, Dia pasti telah sukses membuang kuasa yang mampu mengubah orang-orang berdosa dan membawa kemenangan yang tak putus-putusnya untuk umat Kristen.
 

Yohanes menyatakan, “Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?” (1 Yohanes 5:5). Saudara-saudari, marilah kita dengan tekun mempelajari pernyataan Alkitabiah tentang Anak Allah, dan menolak untuk menerima ajaran-ajaran yang tidak dilandaskan di atas Kitab Suci. Paulus kuatir bahwa umat-umat Kristen akan tertipu untuk menerima Yesus yang lain, yaitu Yesus yang bukan Anak Allah. “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya. Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.” (2 Korintus 11:3,4).

Paulus mendorong kita untuk tidak menerima Yesus lain atau injil lain, sebab dia tahu bahwa akan ada orang-orang yang coba meyakinkan kita untuk menerima Yesus yang lain yang berbeda dengan apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Teman-teman, kekuatiran Paulus sudah digenapi melalui ajaran bahwa Yesus bukan Anak Allah yang sesungguhnya. Doktrin Trinitas mengakui bahwa Anak Allah itu bukan Anak Allah yang sesungguhnya, tapi hanya sebagai seorang yang misterius dan secara terus-menerus dilahirkan. Ide ini menyangkal hubungan Bapa dan Anak, dimana hubungan ini sangat penting bagi pengalaman Kekristenan kita. “Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.” (1 Yohanes 2:22).

Munculnya doktrin Trinitas telah tertulis dalam Alkitab jauh sebelum Sidang Nicaea. Berbicara tentang munculnya kepausan, malaikat Gabriel berkata kepada Daniel, “Dan Raja itu akan berbuat sekehendak hatinya; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya di atas semua allah, dan akan mengatakan hal-hal yang luar biasa melawan Allah dari segala allah, dan akan berhasil sampai murka itu terpenuhi: Sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi. Ia juga tidak akan mengindahkan Allah leluhurnya, juga tidak menginginkan perempuan, juga tidak menghormati allah manapun; sebab ia akan membesarkan dirinya lebih dari semua.” (Daniel 11:36-37 diterjemahkan dari KJV).

Keterangan tentang kepausan di atas, hampir identik dengan keterangan Paulus dalam 2 Tesalonika 2:3-4. Perhatikan, Gabriel berkata bahwa ketika kepausan naik ke tampuk kekuasaan, ia akan mengenyampingkan Allah leluhurnya. Dengan kata lain, Allah dari Abraham, Ishak dan Yakub, Allah dari Petrus, Paulus dan rasul-rasul lain, akan ditiadakan oleh kepausan itu. Lanjut Gabriel, “Tetapi sebagai ganti semuanya itu ia akan menghormati dewa benteng-benteng: dewa yang tidak dikenal oleh nenek moyangnya akan dihormatinya dengan membawa emas dan perak dan permata dan barang-barang yang berharga. Dan ia akan bertindak terhadap benteng-benteng yang diperkuat dengan pertolongan dewa asing itu. Siapa yang mengakui dewa ini akan dilimpahi kehormatan; ia akan membuat mereka menjadi berkuasa atas banyak orang dan kepada mereka akan dibagikannya tanah sebagai upah.” (Daniel 11:38-39).

Seperti apa yang telah dinubuatkan dalam Alkitab, ketika kepausan berkuasa, “Allah dari nenek moyangnya” telah ditiadakan, dan “allah yang asing” muncul, yaitu allah yang “tidak dikenal oleh leluhurnya.” Nubuatan ini telah digenapkan sampai kepada titik koma ketika Setan menginspirasikan kepausan untuk menciptakan dan mengadopsi doktrin Trinitas pada abad keempat.

Sebagaimana akan kita lihat, allah palsu Setan tidak terlepas dari penolakkan akan kematian Kristus. Hal ini, bersama-sama dengan penolakkan akan Keputeraan Kristus, secara efektif telah mencopot dari umat-umat Kristen, gambaran yang jelas tentang kasih Allah, dan ini merupakan hasil karya besar dari tipu daya Setan. Tidak heran bahwa dia mengerahkan semua kuat kuasa dan pengaruhnya untuk melestarikan, mempromosikan dan giat menjaga doktrin ini, dengan terus-menerus menemukan pandangan baru untuk memasok hasil yang sama dalam menjerat sebanyak mungkin umat, sebelum waktunya tiba. Kita dapat lihat dari agama-agama terkemuka di dunia. Semua agama tersebut menyangkal Keputeraan Kristus, atau kematian Kristus, atau kedua-duanya. Agama Yahudi dan bangsa-bangsa kafir sama sekali menolak Kristus. Agama Islam percaya bahwa Kristus hanyalah seorang yang agung dan nabi yang baik, tetapi Dia tidak lebih dari sekedar manusia, dan tentu saja bukan Anak Allah. Agama Katolik mengaku bahwa Kristus adalah seorang misterius yang secara terus-menerus berasal dari Bapa, dan bukan Anak Allah secara harafiah. Kebanyakan denominasi-denominasi Protestan mengikuti jalur yang sama atau percaya bahwa Kristus hanyalah Anak sebagai pernyataan, sebagai permainan peran, atau hanya disebut Anak karena dilahirkan oleh Mariam di Betlehem.

Syukur kepada Allah bahwa Dia sedang memanggil umat-umat-Nya untuk kembali kepada kebenaran Alkitab yang jelas, agar kita dapat menghargai kasih-Nya, melalui pemberian Anak lahir-Nya yang tunggal yang telah mati karena dosa-dosa kita.

Bersambung…

Yolanda Kalalo-Lawton
agapekasih.org
01 Agustus 2020